Tiga Golongan Manusia
Dalam berhubungan antara sesamanya, manusia terbagi ke dalam tiga golongan.
Golongan yang pertama adalah golongan yang merugikan. Dalam kehidupannya, golongan ini akan selalu merugikan orang lain. Keberadaannya seperti banalu pada tumbuhan. Mereka hanya tahu bahwa mereka punya kebutuhan. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka akan melakukan apa saja tanpa mematuhi aturan yang berlaku, baik aturan negara maupun aturan agama. Akibatnya, mereka akan menabrak segala rambu-rambu yang ada untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Golongan inilah yang disebut sebagai goolongan yang merugikan sekaligus merugi.
Golongan yang pertama adalah golongan yang merugikan. Dalam kehidupannya, golongan ini akan selalu merugikan orang lain. Keberadaannya seperti banalu pada tumbuhan. Mereka hanya tahu bahwa mereka punya kebutuhan. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka akan melakukan apa saja tanpa mematuhi aturan yang berlaku, baik aturan negara maupun aturan agama. Akibatnya, mereka akan menabrak segala rambu-rambu yang ada untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Golongan inilah yang disebut sebagai goolongan yang merugikan sekaligus merugi.
Golongan yang kedua adalah golongan yang lemah. Mereka lebih baik daripada golongan sebelumnya. Mereka sadar bahwa dalam pemenuhan segala kebutuhan pribadi dan keluarganya, mereka harus melakukan sesuatu. Mereka harus berusaha dan bekerja. Namun, dalam usahanya ini, mereka mengetahui bahwa ada aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Maka mereka akan berusaha dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Sayangnya, mereka hanya memikirkan kebutuhan pribadi dan keluarganya saja.
Sedangkan golongan ketiga adalah golongan yang bermanfaat. Keberadaan mereka selalu memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Mereka tidak hanya melakukan hal-hal untuk memenuhi kebutuhannya saja. Selain itu, mereka juga akan memikirkan orang lain. Mereka tidak bisa tidur nyenyak bila tetangganya kelaparan. Mereka tidak akan bisa makan enak selama masyarakatnya ada yang tidak makan. Dan mereka akan mencarikan solusi dan bahkan menjadi solusi dari permasalahan- permasalahan orang-orang di sekitarnya.
Golongan terakhir inilah yang dikatakan oleh Nabi Muhammad sebagai seorang mukmin yang kuat dalam hadisnya. "Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah." Mereka juga mendapat predikat sebagai manusia yang paling baik di antara sesamanya. "Sebaik-baik manusia di antara kalian adalah manusia yang paling banyak manfaatnya."
Lalu bagaimana dengan golongan yang pertama dan kedua? Nabi tidak memasukkan golongan pertama dalam pembagian seorang mukmin. Artinya, seorang mukmin yang keberadaannya hanya merugikan orang lain, maka dia bukanlah seorang mukmin sejati. Mereka tidak mengetahui serta memahami bahwa hakekat seorang mukmin itu adalah orang tunduk pada aturan-aturan yang telah ditetapkan serta melaksanakannya secara benar. Dan untuk menjadi seorang mukmin yang sejati hendaknya ia meninggalkan kebiasaannya yang merugikan itu.
Adapun golongan kedua adalah termasuk golongan mukmin yang lemah. Tidak ada kesalahan bila kita memilih menjadi golongan kedua ini. Hanya saja, cinta Allah lebih banyak diberikan kepada golongan ketiga, yaitu golongan yang bisa memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi orang lain. Tidak salah bila kita hanya bekerja secara benar untuk memenuhi kebutuhan kita dan keluarga. Hanya saja Islam menghendaki pemeluknya untuk menjadi umat yang terbaik, umat yang menjadi saksi bagi umat lainnya, umat yang bisa mengawal manusia lainnya dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang, yang menyerukan perbuatan makruf dan mencegah perbuatan keji, serta beriman kepada Allah. Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnâsi ta`murûna bil ma’rûfi wa tanhawna ‘anil munkari wa tu`minûna billaihi." (Ali ‘Imran [3]: 110)
Maka tidak mengherankan bila dalam banyak hadisnya, Nabi Muhammad SAW sering memberikan pesan kepada kita untuk selalu memperhatikan sekitar kita. Rasul juga memberika teladan sempurna dalam hubungannya dengan sesame manusia. Beliau tidak hanya memikirkan kebutuhan dan pribadinya saja. Bahkan hingga akhir hayatnya, Rasul masih terus memikirkan umatnya. Bagaimana dengan kita, umatnya?
An article written by Zuhriyyah Hidayati, from my khaira-ummah mailing list.
0 comments:
Post a Comment