header-photo

Oasis Iman : Formula Matematik Allah

Oasis Iman : Formula Matematik Allah

Oleh Bayu Gawtama
Tidak ada satu maksud apa pun ketika menuliskan cerita ini, semoga Allah menjaga hati ini dari sifat riya’ meski sebiji zarah pun.
____________ _________ ________

Jumaat lalu, saya berangkat ke pejabat dengan dada sedikit berdebar. Melirik ke ukuran minyak di dashboard motor, masih ada setengah. “Ya, cukuplah untuk pergi pulang ke pejabat”.


Namun, bukan itu yang membuat dada ini tidak henti berdebar. Wang di dompet saya hanya tersisa seribu rupiah sahaja (40 sen) saja. Degupnya tambah kencang kerana saya hanya meninggalkan wang tidak lebih dari 4 ribu rupiah (rm1.60) saja di rumah. Saya bertanya dalam hati, “Makan apa keluarga saya hari ini?” Namun dengan cepat-cepat saya padamkan pertanyaan itu, mengingat nama besar Allah yang Maha Melindungi semua makhluk-Nya yang tawakal.

Saya berangkat, terlebih dulu mengantar anak yang sulung ke sekolahnya. Saya katakan kepadanya bahwa hari ini tidak usah makan terlebih dulu. Alhamdulillah ia mengerti. Soal pulangnya, dia selalunya dijemput jiran yang sudah dibayar di muka untuk hantar jemput ke sekolah.

Sepanjang jalan menuju pejabat saya terus berfikir, dari mana saya bisa mendapatkan wang untuk menjamin malam nanti ada yang boleh dimakan oleh isteri dan dua puteri saya. Urusan esok kita fikirkan esok saja, yang penting petang ini boleh mendapatkan sesuatu untuk boleh dimakan.

Tiba di pejabat, tiba-tiba saya mendapatkan sebungkus mi goreng dari seorang rakan pejabat yang sedang milad (berulang tahun). Perut saya yang sejak pagi belum terisi pun mendesak-desak untuk segera diisi. Namun saya ingat bahawa saya tidak memiliki wang selain yang seribu rupiah itu untuk makan tengahari. Jadi, saya tangguhkan dulu mi goreng itu untuk makan tengahari saja.

Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya menelepon isteri di rumah menanyakan khabar anak-anak. “Sudah makan belum?” si cantik di telepon hanya menjawab, “Insya Allah, ” namun ada nada-nada pilu dari suaranya. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.

Pukul lima dua puluh minit saya bergegas ke rumah. Sebelumnya saya sudah berniat untuk menginfakkan seringgit di dompet saya jika melewati petugas amal masjid yang selalunya ditemui di jalan raya.

Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan petugas-petugas itu, mungkin karena sudah terlalu senja. Akhirnya, sekitar separuh perjalanan ke rumah, azan maghrib berkumandang. Motor pun diletakkan di halaman masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada kotak amal di pojok masjid. “bismillaah…” saya masukkan dua koin lima ratus rupiah (40sen) ke kotak tersebut.

Usai solat, setelah berdoa saya meneruskan perjalanan. Tapi sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di poket seluar. Rupanya satu koin lima ratus rupiah (20sen). Kemudian saya masukkan lagi ke kotak amal yang sama.

Sesampainya di rumah, isteri sedang memasak mi maggi. Semangkuk mi maggi sudah tersaji, “Kita makan sama-sama ya…” ajak si manis. Kemudian saya bilang, “Abang sudah kenyang, biar anak-anak saja yang makan”. Anak-anak pun lahap menyantap mi maggi dan nasi yang dihidangkan ibu mereka. Rasa ingin menangis pada saat itu.

***

Keesokan paginya, isteri menggoreng lempeng untuk sarapan. Alhamdulillah masih ada yang boleh dimakan. Sebenarnya hari itu masih punya harapan. Seorang teman isteri beberapa hari lalu meminjam sejumlah wang dan berjanji mengembalikannya Sabtu pagi. Namun yang ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa saya harus menghantar isteri untuk berjumpa temannya itu, pun tidak membuahkan hasil.

Tiba-tiba telepon saya berdering, “Akhi, saya baru saja mentransfer 600.000 rupiah (rm240) ke akaun bapak. Yang dua ratus ringgit untuk pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki untuk anak-anak ya…” seorang sahabat karib memesan buku karya saya yang terbaru.
Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud seketika itu. Saya hanya berinfak seringgit lima puluh sen dan Allah membalasnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Ini formula matematik Allah, siapa yang tak percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga saya buru-buru mengeluarkan sejumlah wang dari yang saya peroleh hari itu untuk diinfakkan.

***

Saya bersyukur tidak memiliki banyak wang mahupun tabungan untuk saya genggam. Sebab semakin banyak yang saya miliki tentu semakin berat tanggungjawaban saya kepada Allah.

3 comments:

Sofinee Harun said...

Bila baca ni, memang terasa sedu sungguh. Actually , nilah our life. Well, it's my parents life as well. This is how we are..Like the story..Nusrah Allah always there..anytime. From the source we never think off. Allahu Akbar!

Sofinee Harun said...

You been tag by me. When you got time!

http://mystoryourlife.blogspot.com/2008/04/tagged-islam-meme.html

Mama Mia said...

ok finie...i'll try to do the tag . thanks!